-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Semua Tulisan yang kurang bagus ini hanyalah sebuah proses belajar untuk memahami realita diriku dan dunia luar. Selamat menyelam dalamnya lautan ideku dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang bisa saja objektif dan bisa pula subjektif. Kebenaran hanyalah Milik Allah Subhana Wa Ta'ala semata. Semoga tulisan-tulisan dalam blog ini Bermanfaat bagi kita semua. aamiin
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Side Story

31 Juli, 2013

Tzuraya (2)

Awalnya, kau bukan siapa-siapa, bukan sepenggal senja yang biasa menggodaku dipenghujung hari, bukan pula sepotong jingga yang biasa terlukis dihorison langit menjelang gelap. Kau bukan siapa-siapa saat itu, kau mungkin hanyalah setitik gerimis yang tiba-tiba saja merintik di nuraniku kala sepi merambat senja dan kesunyian yang tak kunjung pergi.

Kau hadir ketika ragu menyelimuti pikiranku, saat cinta sedang kupertanyakan maknanya. Kau hadir ketika setumpuk rindu mulai tampak membeku, saat senja enggan berlama-lama menyulam jingga. Ah, sejujurnya, kau hadir ketika takdir memang mengharuskanmu ada disini. Ketika kepercayaan menjadi keniscahyaan dan kepura-puraan terkamuflase oleh topeng kejujuran. 

Kau hadir, saat aku seakan-akan hampir tertunduk kalah dihadapan Takdir, lalu berbisik ditelingaku "Hey... Mencintai dan dicintai itu adalah nasib, bukan takdir langit yang sudah ditetapkan. Ubahlah nasibmu, lalu gariskan takdirmu dengan doa-doamu".

Hmmm, Kau selalu begitu, menasihatiku sepanjang waktu. Memaksaku mendobrak paradigma lama tentang hidup dan cinta, lalu menawarkan paradigma lain, "Ini bukan tentang cinta, tapi ini tentang hati yang tidak bisa kita paksakan untuk mencintai kita". Cinta itu dipilih bukan memilih... katamu mengutip kata-kata bijak di film 'perahu kertas'. Aku hanya tersenyum, melihatmu cerewet mengajariku makna hidup dan cinta.

Ahh, Tzuraya, Tzuraya... Dalam diam, aku mencintaimu dengan debar, mungkin seperti debarnya syaidina Ali memendam hasratnya ke Fatimah Az-zahra. Hanya dalam diam, aku mencintaimu, tanpa kau tak pernah tahu -- aku mengagumimu. Sungguh...

Ahh... sudahlah.

-bersambung-

#Meracau

22 Februari, 2013


Ceracau Senja.

Senja ini, gerimis baru saja reda, langit kembali cerah. Engkau perempuan, nona bermata bening, pelukis jingga senja yang memantul dari bening mataku. Aku lelaki. Lihatlah, jingga itu memantul bersama sisa-sisa air mata. Itu bukanlah gerimis yang turun sedari tadi, itu hanyalah derai rindu yang bercampur gerimis, nona! 
Senja ini, Akhir februari, musim penghujan, dan gerimis baru saja reda. Ada daun-daun yang sedang menghijau, tapi ada juga sebagian dedaunan yang berguguran di musim hujan ini. Aku mencoba memungutnya satu-satu. Wahai nona bermata bening, lukislah aku yang sedang memungut rindu-rindu yang berguguran detik demi detik ini. 
Di ufuk langit, ada lintasan jingga seperti fatamorgana membentuk naga yang menyemburkan api, membakar senja, menghanguskan lembaran-lembaran waktu. Aku lelaki, terbakar bersama rindu yang menderai.
Senja ini, aku masih disini, memetik dawai biola dengan pelan. Engkau perempuan, tenggelam bersama keheningan.

#Meracau

26 Januari, 2013


ceracau cinta

Kita biasa menutur Cinta dengan bibir yang komat-kamit menembus jantung peradaban sebagai hamba Tuhan yang memang menyubjek dalam makro kosmos yang maha luas ini sebagai kebutuhan fundamental yang mentradisi dari kakek Adam dan nenek Hawa semenjak menghuni firdaus hingga turun ke bumi. Cinta bisa melahirkan egoisme ala Qabil ataupun keikhlasan ala Habil, Hitam dan putih. Dimanakah posisi kita? apakah mempersepsikan cinta seperti mata pisau yang tajam atau seperti sisi tumpul dari pisau itu?. Semuanya tergantung kesadaran diri dalam menafsirkan nilai-nilainya.

Bagiku, "Cinta" meluber jauh dari keringat Nietzsche ataupun Marx yang telah meninggalkan nilai-nilai langit dengan mentradisikan materialisme sebagai berhala. Cinta tampak mengerikan dalam persepsi dua anak manusia ini! Hedonisme dan Liberalisme

Ah, Sejatinya... Puncak dari segala Cinta adalah mencintai Allah Azza Wa Jalla!!!. *demikian

Side Story

10 Januari, 2013


Tzuraya

Cinta adalah ketika kuat kaurasakan kehadiran Tuhan dalam diri pasanganmu. 
- @Sudjiwotedjo Quotes -

Pada suatu senja dibulan Juni, pernah ada gemericik rintik hujan menerpa nuraniku, melambungkan imajinasiku kepuncak khayalan. Aku menembus dimensi ruang dan waktu, lalu melihat gambaran lain kehidupanku kelak. Ada Bidadari bermata bening yang selalu menungguiku setiap sore dan membuatkanku secangkir cappucino hangat. Dia adalah Tzuraya, begitulah aku sering memanggilnya. Seseorang yang ditakdirkan hadir dalam hidupku lewat sebuah pertemuan yang tak pernah disengaja setahun lalu disebuah bioskop.

Hidup adalah pilihan, seperti gerimis bulan juni yang memilih senja untuk mengekspresikan eksistensinya, juga seperti aku yang memilih rerintikan hujan untuk mengeksistensikan keberadaanku di senja itu dengan secangkir cappucino hangat buatan Tzuraya.

Pada hari itu, tepatnya dipertengahan bulan Juni. Seperti kebiasaan Tzuraya ketika menungguiku pulang di sore hari, secangkir cappucino sudah disiapkannya untukku. Sore itu cuaca sedikit mendung, pertanda akan hujan sebentar lagi. Kami berdua duduk di beranda rumah sambil menikmati potongan matahari senja yang tampak malu-malu bersembunyi dibalik awan hitam. Gerimis mulai turun perlahan-lahan, rerintikannya mulai menyabda bumi dengan lirih suara alam yang begitu syahdu. Suara rintik gerimis itu benar-benar menyatu dengan suara seruputan cappuccino buatan Tzuraya. Hmmm... Sungguh indah sore itu. Senja, gerimis, cappucino dan senyum Tzuraya seperti orkestra alami yang bersenandung dengan sendirinya, Syahdu!

Aku menyeruput cappucino buatan Tzuraya itu dengan tersenyum bahagia memandangi wajahnya yang teduh, wajah yang selalu saja membuatku ingin segera pulang ketika jingga senja mulai tampak di ufuk langit. Tzuraya membalas senyumku sambil menggenggam erat tangan kiriku, dia menatapku dengan matanya yang benar-benar bening, pandangan penuh rasa sayang dan cinta. Itulah tatapan penuh harapan dari seorang wanita yang paling kucintai setelah ibuku.

"Tunggu yah sayang, aku ingin menunjukan sesuatu untukmu".  Bisik Tzuraya ditelingaku

Tzuraya melepaskan genggamannya dari tanganku, lalu masuk kedalam rumah. Tak lama kemudian, dia muncul didepanku dengan membawa sebuah Biola kecil.

"Dari mana biola itu, sayang?" tanyaku sedikit penasaran.
"Aku membelinya di toko alat-alat musik di gang depan tadi siang, sayang!" jawabnya singkat.

Tanpa banyak bicara, Tzuraya maju dua langkah dari tempatku duduk, menundukan kepalanya dan membungkuk setengah ruku seperti meminta isyarat dariku untuk memainkan biola itu.

"Ini adalah konser tunggal, dan kamu adalah satu-satunya penonton yang akan menikmati gesekan biola dari salah satu Violinis berbakat yang tak pernah terpublikasihkan di Dunia", katanya setengah bercanda sambil cekikan.

Aku hanya tersenyum lebar memandangi tingkah lucu Tzuraya itu, dia dengan gaun putihnya yang memanjang ke lantai sambil menenteng sebuah biola, berdiri dihadapanku selayaknya seorang violinis profesional yang akan mendemonstrasikan keahliannya memetik dawai biola dihadapanku yang berlagak seperti seorang kritikus musik. Aku mengangguk, memberi isyarat kepadanya agar memulai konser tunggal itu. 

Konserpun dimulai. Wow, gerimis sore itu seakan-akan berhenti mendadak lima detik saat Tzuraya mulai menggesekan biolanya. Gesekan pertamanya benar-benar membuatku merinding, hatiku bergetar! Lalu, gesekan kedua, ketiga dan seterusnya, aku terhipnotis. Sungguh, aku seperti sedang menyaksikan Violinis wanita "Vanessa Mae" menghipnotis ribuan telinga di London Music Festival. Waktu seolah-olah berhenti ketika Lagunya Whitney Houston "I Will Always Love You" bersenandung dengan indah dari dawai Tzuraya. 

If I should stay 
Well, I would only be in your way 
And so I'll go, but yet I know 
That I'll think of you each step of my way 
And I will always love you 
I will always love you 
Bitter-sweet memories 

That's all I have, and all I'm taking with me 
Good-bye, oh, please don't cry 
Cause we both know that I'm not 
What you need 

I will always love you 
I will always love you 

And I hope life, will treat you kind 
And I hope that you have all 
That you ever dreamed of 
Oh, I do wish you joy 
And I wish you happiness 
But above all this 
I wish you love 
I love you, I will always love 

I, I will always, always love you 
I will always love you 
I will always love you 
I will always love you
---

Sungguh, Tzuraya telah berhasil membuatku terpana, melongo tak percaya dengan apa yang barusan aku lihat. Aku hanya bisa bergeming ditempatku duduk. Luar biasa, ini adalah konser tunggal tanpa penonton lain, sekeliling tampak tenang, diam, dan bisu, hanya ada rerintikan gerimis yang tak lagi terdengar suaranya, dan potongan matahari yang masih terlihat di ufuk sana dibalik senja yang tertutupi kabut, semuanya tampak bergeming sesaat untuk menikmati sore yang benar-benar syahdu itu. 

Lima menit Tzuraya menghipnotis senjaku dengan melodi indah dari lagunya Whitney Houston "I will always love you" itu.  Nada-nadanya merambat pelan menggetarkan hatiku sejadi-jadinya. Sungguh, aku menyukai gesekan biola Tzuraya dan cara dia mengiramakan tubuhnya mengikuti irama dari biola itu. Akhirnya, Hanya Aku, yah.. hanya akulah yang bertepuk tangan, hanya aku penikmat tunggal dari orkestra itu, Hanya aku!

***

Tzuraya menutup konser tunggal itu dengan menunduk lama didepanku sambil membentangkan kedua tangannya yang masih memegang biola. "Sayang, aku ingin mencintaimu berlawanan arah jarum jam, ketika banyak hati yang memilih mencintaimu searah jarum jam". Suara Tzuraya terdengar pelan memecah kesunyian senja dipertengahan bulan Juni yang mulai menggelap itu...!!!


(ROe BOelan JOeni)